Saturday, April 18, 2009

WANITA KARIR DALAM PERTIMBANGAN

Ditulis pada 16 April 2009

Oleh : Abu Jumu’ah

“……….Menjadi wanita karir adalah impianku semenjak dahulu, karena dengan menjadi wanita karir aku sudah bisa menjadi wanita yang mandiri…………..”

Ucapan diatas adalah ucapan yang biasa yang diucapkan oleh wanita karir sebagai pertimbanganya dalam memilih menjadi wanita karir. Alasannya bisa menjadi beragam ada yang beralasan “kemandirian” atau “keuangan” dan sebagainya.

Salah satu penyebab utama semakin mantabnya wanita ingin menjadi wanita karir adalah dikarenakan slogan kafir “Emansipasi wanita” yang menyatakan bahwasannya wanita berhak mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam segala hal. Dalam hal ini wanita ingin disamakan dalam hal perkerjaan (karir).

Emansipasi wanita adalah sebuah gerakan yang dimunculkan oleh musuh-musuh islam dengan targetnya adalah wanita muslimah, dengan tujuan menghancurkan aqidah mereka sehingga akan dengan mudah bagi musuh-musuh islam untuk menghancurkan mereka.

Wanita karir berdalil jika laki-laki saja boleh kenapa wanita tidak boleh? Dalam hati, mereka akan berfikir bahwa kaum lelaki adalah kaum yang suka menindas perempuan, selalu maunya memimpin wanita. Dikarenakan pemikiran-pemikiran dangkal tersebut slogan Emansipasi dapat mudah masuk kedalam benak para wanita karir terutama muslimah.

Wanita ingin segala pekerjaan laki-laki dilimpahkan pula kepada wanita sebagai bentuk persamaan antara laki-laki dangan wanita.

Bagaimana bisa wanita disamakan dengan laki-laki sedangkan secara fisik saja wanita dan laki-laki sudah jelas perbedaannya..! Maka dalam sisi yang lain pun hak laki-laki juga harus dibedakan dengan wanita .Allah berfirman :

akan tetapi kaum lelaki (para suami) mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada kaum wanita (istrinya)”

(AL-BAQARAH : 228)

Dan Allah juga berfirman :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

(AN-NISA : 34)

Sesunguhnya islam datang bukan untuk menindas kaum hawa seperti apa yang mereka persepsikan sekarang sekarang ini. Namun islam datang sebagai cahaya dizaman jahiliyyah dahulu. Dizaman tersebut wanita benar-benar dihina dan direndahkan. Bahkan orang-orang jahiliyah sangat malu akan kelahiran anak wanita, dan kemudian membunuhnya. Firman Allah:

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang kelahiran anak wanita, hitamlah (merah padamlah)mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkanya kedalam tanah (hidup-hidup)?ketahuilah alangkah buruknya apa yag mereka tetapkan itu”

(AN-NAHL : 58-59)

Maka dari itu propaganda ini (Emansipasi wanita) sangatlah berbahaya dan menimbulkan banyak kemudharatan kepada wanita muslimah.

Kemudian terdapat beberapa hal yang patut dijadikan pertimbangan oleh wanita perkerja khususnya muslimah:

1. Menyebabkan para wanita muslimah keluar dari rumahnya dengan alasan berkerja

Hal ini merupakan salah salah satu bentuk bentuk kesalahan. Wanita boleh-boleh saja keluar dari rumahnya namun dengan alasan yang lebih dapat diterima (membeli keperluan yang dibutuhkan) dan dengan harus mempertimbangkan beberapa hal seperti :

a) Menutup seluruh tubuhnya.

b) Dengan syarat hijab yang Syar’i (bukan kerudung-kerudungan yang dipakai untuk bergaya!)

c) Tidak memakai wewangian yang dapat tercium oleh laki-laki. Karena pada dasarnya parfum yang dipakai wanita dapat merangsang laki-laki.

Wanita disyari’atkan untuk tetap tinggal didalam rumah mereka. Karena inilah KEWAJIBAN SESUNGGUHNYA dari wanita dirumah suaminya. Wanitalah adalah ustadzah bagi anak-anaknya yang masih kecil sehingga membuatnya berakhlak dan berilmu ketika tumbuh dewasa. Semuanya dilakukan didalam rumah. Sesuai dengan firman Allah:

“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahilaiyah yang dulu”

(AL-AHDZAB : 33)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : “ Sesungguhnya Hukum asal bagi laki laki (adalah) pergi dan keluar (dari rumah) . Sedangkan bagi wanita (adalah) tetap tinggal dirumah, tidak keluar, kecuali jika ada keperluan yang mengharuskan dia keluar rumah”

2. Meninggalkan tanggung jawab sebagai seorang Ibu bagi anaknya.

Anak adalah asset yang paling berharga dalam sebuah keluarga. Anak yang akan membawa nama keluarga, bangsa, dan tentu agama. Seorang anak yang sholeh dan sholeha akan muncul ketika ia mendapatkan pendidikan yang benar dari ibunya. Maka dari itu seorang wanita (ibu) adalah ustadzah bagi anaknya sendiri dan rumahnya adalah madrasah untuk anak-anaknya. Ia bertanggung jawab atas itu semua.

“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin Negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak adalah seorang ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang rai’iyahnya”

(HR.BUKHARI dan MUSLIM dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhu)

Makna ra’in adalah seorang penjaga yang diberi amanah yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang ada dalam penjagaanya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberikan maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya.

(Al-Minhaj 12/417, Fathul Bari 13/140)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjelaskan, "Setiap ra’in bermacam-macam yang diaturnya dan amanah yang ditanggungnya. Ada yang tanggung jawabnya besar lagi luas dan ada yang tanggung jawabnya kecil. Karena itulah Nabi bersabda: الأَمِيرُ رَاعٍ, ia akan ditanya tentang ra’iyahnya (rakyatnya/ apa yang diatur dan dipimpinnya), seorang suami juga ra’in tapi ra’iyahnya terbatas hanya pada ahli baitnya, yaitu istrinya, anak laki-lakinya, anak perempuannya, saudara perempuannya, bibinya dan semua orang yang ada di rumahnya. Ia ra’in bagi ahli baitnya dan akan ditanya tentang ra’iyahnya, maka wajib baginya untuk mengatur dan mengurusi mereka dengan sebaik-baik pengaturan/pengurusan, karena ia akan ditanya dan diminta pertanggungjawaban tentang mereka.
Demikian pula seorang istri merupakan ra’iyah di rumah suaminya dan akan ditanya tentang urusannya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, dalam memasak, dalam menyiapkan kopi, teh, dalam menyiapkan tempat tidur. Janganlah ia memasak lebih dari yang semestinya. Jangan ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak mengurangi-ngurangi dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Si istri bertanggung jawab pula terhadap anak-anaknya dalam perbaikan mereka dan perbaikan keadaan serta urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian kepada mereka, melepaskan pakaian yang tidak bersih dari tubuh mereka, merapikan tempat tidur mereka, memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Demikian, ia akan ditanya tentang semua itu. Sebagaimana ia akan ditanya tentang memasaknya untuk keluarganya, baiknya dalam penyiapan dan pengolahannya. Demikianlah ia akan ditanya tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya." (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/106,107)

3. Memungkinkan untuknya (Wanita) untuk berpandangan,bercampur baur (ikhtilath) bahkan berduaan (khalwat) dengan lelaki yang bukan mahromnya

Di zaman sekarang ini mungkin campur baur antara wanita dan laki-laki sudah dianggap biasa. Bahkan yang tidak biasa adalah jika kita menghindarkan campur baur dengan wanita, mereka akan menilai orang ini (yang meninggalkan ikhtilath) adalah orang aneh yang terlalu fanatik terhadap agama.

Padahal syariat islam dengan tegas menjelaskan tidak bolehnya laki-laki dan wanita bukan mahram utuk saling berpandangan:

“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya…….”

(AN-NUR : 30)

Kemudian dapat pula menyebabkan wabah ikhtilat yaitu campur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Allah berfirman :

“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Cara demikian itu lebih baik bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahzāb: 53).

Asy-Syaikh DR. Shālih bin Fauzān Al-Fauzān -hafizhahullah- berkata: "Sekalipun lafadz ayat ini ditujukan kepada para isteri-isteri Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- namun hukumnya umum untuk seluruh wanita yang beriman, karena perintah berhijab itu ditetapkan dengan alasan yang dinyatakan Allah ta`ala dengan firman-Nya: “Yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.” Alasan seperti ini jelas
berlaku umum, maka keumuman alasannya menunjukkan keumuman hukumnya." (Al-Mukminat, hal. 64)

Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz –rahimahullah- berkata: "Hukum yang disebutkan dalam ayat ini berlaku umum untuk istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan selain mereka dari kalangan wanita-wanita kaum mukminin" (Hukmus Sufur wal Hijab, hal. 58)

KEMUDIAN APA PERKERJAAN YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK WANITA?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullahu ta’ala- :

Lahan pekerjaan seorang wanita adalah pekerjaan yang dikhususkan untuknya seperti pekerjaan mengajar anak-anak perempuan baik secara administratif ataupun secara pribadi, pekerjaan menjahit pakaian wanita di rumahnya dan sebagainya. Adapun pekerjaan dalam lahan yang dikhususkan untuk orang laki-laki maka tidaklah diperbolehkan baginya untuk bekerja pada lahan tersebut yang akan mengundang ikhtilath sedangkan hal tersebut adalah fitnah yang besar yang harus dihindari.

Perlu diketahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.

"Artinya : Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan".


Maka seorang laki-laki harus menjauhkan keluarganya dari tempat-tempat fitnah dan sebab-sebabnya dalam segala kondisi.

[Fatawa Mar'ah, 1/103]

1 comments:

opikabu said...

assalamualaikum akhi...keep move brother..